Sabtu, 12 April 2014

PENGERINGAN KAYU

Manfaat Pengeringan Kayu
           
            Pengeringan kayu adalah proses penurunan kadar air kayu sampai mencapai kadar air lingkungan tertentu atau kadar air yang sesuai dengan kondisi udara di mana kayu tersebut ditempatkan (Tsoumis, 1991). Pada umumnya dalam penggunaannya, kayu harus dikeringkan terlebih dahulu. Alasan dilakukannya pengeringan kayu antara lain :
1. Penyusutan pada produk yang menggunakan kayu yang dikeringkan akan berkurang, pembengkokan dan 
    belah ujung dapat dihindarkan.
2. Kayu terlindung dari serangan jamur pembusuk dan jamur pewarna, sehingga kayu akan lebih awet. 
    Tingginya temperatur pada pengeringan tanur membunuh jamur dan insekta yang bisa hidup dalam kayu.
3. Pengeringan menghasilkan kekuatan kayu yang lebih tinggi, dengan asumsi tidak terjadi cacat khususnya
    belah ujung. Selain itu, kuat pegang paku terhadap kayu akan meningkat.
4. Meningkatkan kualitas hasil pengecatan dan proses pengerjaan akhir.

5. Berat kayu berkurang sehingga biaya transportasi bisa lebih rendah. 

Mekanisme Pengeringan Kayu
            Pengeringan kayu dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu pergerakan air dari bagian dalam ke permukaan kayu dan penguapan air dari permukaan kayu. Air dalam kayu umumnya bergerak dari bagian dengan kandungan air tinggi ke bagian dengan kandungan air rendah. Artinya permukaan kayu harus lebih kering dibandingkan dengan bagian dalamnya jika ingin mengeluarkan air dari dalam kayu. Air bergerak pada bagian dalam kayu ke bagian permukaan kayu sebagai cairan atau uap melalui saluran dalam struktur selular kayu, dinding sel kayu dan rongga sel atau saluran kecil yang menghubungkan rongga sel yang berdekatan. Uap air bergerak dalam saluran ini ke semua arah, melewati atau melalui serat. Difusi dari air terikat menggerakkan uap air dari daerah konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi rendah. Difusi pada arah longitudial lebih cepat 10–15 kali dibandingkan dengan difusi pada arah radial maupun tangensial. Difusi arah radial lebih cepat dibandingkan dengan difusi arah tangensial. Hal inilah yang menjelaskan mengapa kayu gergajian flatsawn (papan tangensial) umumnya mengering lebih cepat dibandingkan dengan kayu gergajian quartersawn (papan radial).
            Kecepatan gerakan uap air dalam kayu tergantung pada kelembaban relatif dari udara sekitar, kecuraman moisture gradient dan suhu kayu. Semakin rendah kelembaban relatif udara sekitar, aliran uap air dalam kapiler menjadi lebih cepat.
            Kelembaban yang rendah juga mempercepat difusi dengan menurunkan kadar air pada permukaan, sehingga mempercuram moisture gradient. Semakin tinggi suhu kayu, uap air akan lebih cepat bergerak dari bagian dalam yang basah ke bagian luar yang kering. Jika kelembaban relatif terlalu rendah pada tahap awal pengeringan, dapat terjadi penyusutan yang berlebihan, yang menyebabkan retak permukaan dan retak ujung. Jika suhu terlalu tinggi, dapat terjadi lengkung, honeycomb dan penurunan kekuatan.
            Selama proses pengeringan, sirkulasi udara perlu diatur. Sirkulasi udara yang terlalu lambat menyebabkan waktu yang dibutuhkan permukaan kayu untuk mencapai titik keseimbangan kadar air menjadi lebih lama, selain itu memberikan kesempatan untuk tumbuhnya jamur.
            Karena ekstraktif kimia dalam kayu teras menghalangi saluran, umumnya moisture bergerak lebih bebas dalam kayu gubal dibandingkan dalam kayu teras, yang berarti kayu gubal lebih cepat mengering. Namun kayu teras pada kebanyakan jenis kayu, mengandung kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan kayu gubal sehingga pada akhirnya akan mencapai keseimbangan kadar air dengan kecepatan yang sama.
            Tahap pengeringan kayu meliputi tahap proses evaporasi konstan, tahap transisi dan tahap eksponental. Tahap proses evaporasi konstan adalah proses evaporasi air bebas sel kayu yang tidak berpengaruh pada dimensi kayu. Tahap transisi adalah proses pengeluaran air terikat dari dinding sel, yang berakibat pada perubahan dimensi kayu. Tahap eksponental adalah tahap penyesuaian akhir kayu terhadap lingkungannya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengeringan Kayu
            Faktor yang mempengaruhi pengeringan adalah panas, RH (kelembaban relatif), dan sirkulasi udara.
1. Panas, merupakan energi yang diperlukan oleh molekul air untuk melepaskan diri dari ikatan antara molekul pada air bebas dalam rongga sel atau melepaskan diri dari ikatan dengan tangan hidroksil pada air terikat. Pada suhu tinggi, udara cenderung menghisap kelembaban atau uap air dibandingkan dengan udara bersuhu rendah. Panas termal udara sangat berpengaruh terhadap nilai kelembaban udara. Tetapi nilai kelembaban udara tidak akan berubah walaupun dipanaskan atau didinginkan.
2.  Kelembaban relatif ( air humidity), menentukan kapasitas pengeringan udara.Udara yang lebih kering (kelembaban relatif lebih rendah) memiliki kapasitas pengeringan yang lebih tinggi dan dapat menahan uap air lebih banyak.Kapasitas pengeringan dipengaruhi oleh temperatur karena udara yang panas memiliki kapasitas pengeringan yang lebih tinggi, karena peningkatan temperatur menyebabkan turunnya kelembaban relatif.  
3. Sirkulasi udara ( air velocity), berfungsi sebagai pengantar panas ke kayu yang digunakan untuk menguapkan air dari dalam kayu dan memindahkan uap air dari permukaan kayu ke udara sekitar. Sirkulasi udara yang baik akan mempercepat perambatan gelombang panas pada udara sehingga mempercepat pengeringan. 

Metode Pengeringan Kayu
Metode pengeringan kayu yang biasa digunakan antara lain:
Pengeringan udara (alami)
A. Pemilihan tempat, kriteria dalam memilih tempat untuk pengeringan udara adalah ukuran luas, permukaan datar, terbuka (aerasi baik), kering, bersih dari sampah/limbah kayu, tidak ditumbuhi rumput-rumputan atau vegetasi yang lain.
B. Penumpukan, yang harus diperhatikan dalam penumpukan pada pengeringan adalah pola penumpukan, dimensi penumpukan, fondasi, stiker, atap, perlindungan akhir dan tingkat pengeringan. Pola penumpukan dimaksudkan untuk membentuk lorong-lorong yang mempermudah penanganan pengeringan. Dimensi penumpukan berpengaruh terhadap kecepatan pengeringan. Fondasi dimaksudkan untuk menghindari terjadinya aliran air hujan atau salju yang mengalir dibawah penumpukan kayu. Sticker digunakan untuk membatasi antar kayu yang ditumpuk yang bertujuan untuk sirkulasi udara pada setiap kayu yang dikeringkan. Atap dimaksudkan untuk menghindari hujan, sinar matahari, dan salju. Atap bisa dibuat dari kayu, asbes, metal. Perlindungan terakhir dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pecah pada kayu yang dikeringkan, dilakukan dengan cara melaburkan parafin dipermukaan aksial dari kayu.
C. Kecepatan pengeringan, Kecepatan pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis kayu, ketebalan kayu, pola lingkaran tahun, kayu teras/kayu gubal, cara penumpukan, kondisi tempat, dan faktor iklim.
D. Pengendalian kadar air, Perubahan kadar air kayu selama pengeringan udara dapat diketahui. Pengukuran dimaksudkan untuk mempercepat atau memperlambat keluarnya air dari kayu sampai dengan tingkat tertentu (dibawah 20%), pengeringan dengan penumpukan bisa dihentikan, dan kemudian disimpan di gudang tanpa harus menggunakan stiker.  
            
Pengeringan dengan kiln pengering (konvensional)
            Kiln drying biasanya menggunakan uap panas, peralatan dilengkapi dengan pengendali suhu dan kelembaban, sirkulasi udara, dan buangan uap air.
A. Tipe kiln, ada dua tipe kiln-kompartement dan progressive. Pada kiln kompartemen pengeringan dilaksanakan secara tetap (kayu tidak bergerak).Kondisi pengeringan (suhu, RH) ditetapkan pada interval tertentu, sampai dengan kondisi konstan tetap masih berada dalam kiln tersebut. Pada kiln progressive (kayu bergerak), kayu berjalan secara bertahap sampai dengan kering dan langsung keluar. Kondisi pengeringannya tidak konstan didalam kiln, pada saat masuk kondisinya rendah (suhu rendah dan RH tinggi) secara bertahap suhu dinaikkan dan RH dikurangi.
B. Konstruksi dan peralatan, kiln pengering biasanya dibuat dari tembok batu bata dan lantainya terbuat dari beton. Dinding dalam kiln biasanya terbuat dari metal aluminium, anti korosif.. RH dikendalikan oleh uap bebas yang ada di dalam kiln, dan sirkulasi udara dikendalikan oleh kipas angin yang diletakkan diatas atau dibawah tumpukan kayu, bahkan kadang-kadang di samping (dinding samping). Kiln juga dilengkapi miostermeter untuk mengukur kadar air kayu.
C. Penumpukan, prinsip umum penumpukan kayu pada kiln pengering sama dengan penumpukan pada pengeringan alami (udara), dibutuhkan stiker (ganjal) diantara kayu yang berfungsi sebagai sirkulasi udara.
D. Prosedur pengeringan, Penyususnan jadwal pengeringan sangat penting untuk mengkondisikan suhu dan kelembaban relatif dalam kiln. Jadwal pengeringan ini disusun dengan maksud untuk mengefisiensikan waktu pengeringan dan meminimalkan kerusakan akibat pengeringan. Jadwal pengeringan dikembangkan oleh FPL ( Forest Product Laboratory) secara trial and error. Jadwal ini disesuaikan dengan jenis kayu dan kadar air kayu yang diinginkan. Tahap-tahap pengeringan meliputi preparatory (persiapan), actual drying (pengeringan), equaluzation of moisture content (perhitungan kadar air). Tahap preparatory kayu dipanaskan pada suhu 40-65 OC. Tahap actual drying yaitu mengeringkan kayu sesuai dengan keinginan. Tahap terakhir mengambil sample dari kayu yang dikeringkan untuk mengetahui kadar airnya.Kerusakan pada saat pengeringan dapat diminimalkan dengan cara mengeringkan secara bertahap.
E. Durasi pengeringan, waktu pengeringan kiln-drying lebih cepat dibanding dengan pengeringan udara. Faktor yang mempengaruhi waktu pengeringan adalah sifat anatomi kayu (kayu gubal/teras, hardwood/ softwood), ketebalan kayu, jenis kayu, kecepatan sirkulasi udara dalam kiln, kualitas pengeringan kayu, perbahan kadar air dari awal-akhir, dan cacat kayu setelah pengeringan.
F.Kadar air akhir, penentuan kadar air kayu yang dikeringkan tergantung pada tujuan pengeringan dan tujuan penggunaan kayu tersebut.
G. Penyimpanan kayu gergajian,  sifat higroskopis kayu tidak tergantung pada metode pengeringan udara maupun pengeringan dengan kiln. Kayu kering bisa menyerap air lagi. Untuk itu kayu yang sudah dikeringkan perlu disimpan pada kondisi dimana tempat penyimpanan tersebut dapat menahan kayu untuk menyerap air. Kayu kering disimpan tanpa menggunakan stiker (ganjal), dimana suhu dan kelembaban relatif terus dijaga dimana kayu tidak akan lagi menyerap air dan diusahakan seimbang kadar air kayu dengan kondisi di ruangan.  
           
Metode pengeringan yang lain
A. Pengeringan dengan energi matahari, metode ini lebih cepat dibanding pengeringan udara. Ada 2 tipe : greenhouse dan solar collector. Solar collector dengan cara mengumpulkan panas dari matahari yang ditransfer kedalam kiln pengering. Sedangkan pada greenhouse pelaksanaannya lebih sederhana dibanding dengan kiln-drying, dan kadar air kayu dapat direduksi sampai dengan KA 7% dibanding dengan pengeringan udara.
B. Pengeringan dengan dehumidifikasi, Air yang dikeluarkan dari kayu tidak dipindahkan dari kiln dalam bentuk uap air, seperti pada pengeringan kiln-konvensional, tetapi dikondensasikan dan dipindahkan sebagai cairan.
C. Pengeringan temperatur tinggi, pengeringan ini mempunyai keuntungan dapat mengeringkan secara cepat, tetapi masih punya kelmahan antara lain membutuhkan kiln khusus (metal atau berlapis aluminium), juga tidak efektif pada kayu yang mempunyai kadar air tinggi. Pengeringan metode ini juga menyebabkan warna kayu menjadi gelap, keluarnya resin ke permukaan kayu, dan lepasnya mata kayu. Kerugian yang lain dapat menyebabkan menurunnya sifat kekuatan kayu (MOR,MOE, keuletan).
D. Pengeringan dengan peningkatan temperatur secara kontinu, pengeringan dimulai pada suhu 60 oC dan perbedaan bola basah dan bola kering tetap konstan, samapi dengan bola kering suhunya menjadi 100 oC. Metode ini lebih cepat dibanding dengan metode temperatur tinggi, lebih efektif, menghemat energi, dan meminimalkan cacat akibat pengeringan.
E. Pengeringan kimia, metode ini didasarkan pada penggunaan bahan kimia yang dapat mengikat air dan mengurangi penyusustan. NaCl dan urea efektif digunakan untuk pengeringan, tetapi sangat korosif terhadap metal. Metode ini memakan biaya besar, kayu yang sudah kering dapat ”berkeringat” pada RH tinggi (diatas 80 %), dan metode ini jarang digunakan. Metode menaburkan garam ( salt seasoning) untuk meningkatkan permeabilitas kayu. Bahan kimia yang lain yang digunakan polyethylene glycol
F. Pengeringan dengan penguapan,. Kayu ditempatkan pada silinder tertutup (seperti pada pengawetan) pada suhu tinggi 100-200 oC dengan dicampur uap organik dan terjadi kondensasi. Dua cairan ini tidak akan bisa bercampur karena kerapatannya berbeda. Air dapat diukur dan dibuang, bahan kimianya bisa dipakai kembali, terakhir dilakukan vakum untuk menghilangkan bahan kimia yang diserap kayu. Keuntungan metode ini pengeringan cepat, tetapi biaya tinggi dan membutuhkan energi besar.
G. Pengeringan dengan minyak mendidih, metode ini biasanya dikombinasikan dengan perlakuan pengawetan pada kayu yang mempunyai kadar air tinggi. Metode ini juga menggunakan suhu tinggi dengan perlakuan vakum. Keuntungan dari metode ini adalah perlakuan pengawetan dan pengeringan dapat bersamaan, sedangkan kerugiannya adalah kayu bisa menjadi gelap, dan kadang-kadang pecah dan retak.
H. Pengeringan dengan pelarut, kayu ditempatkan pada suatu ruangan kedap udara dan disemprotkan aseton panas (90 oC), setelah itu cairan (campuran aseton, air yang keluar dari kayu, dan zat ekstraktif) dibuang, sementara udara bersirkulasi sampai dengan pengeringan selesai. Setelah pengeringan selesai pelarut dapat didistilasi dan digunakan kembali. Keuntungannya dapat mengeringkan kayu dengan cepat tetapi biaya tinggi.
I. Pengeringan dengan elektrik frekuensi tinggi, Kayu dipanaskan secara cepat dan merata. kayu diangkut dengan conveyor dan melewati bidang listrik, kayu kering secara bertahap. Keuntungan metode ini cepat, namun peralatannya sangan mahal.
J. Metode lain, antara lain menggunakan ruang hampa, tempat yang berputar (centrifuging), dan radiasi ultraviolet. Vacuum-drying mengeluarkan kadar air pada suhu dibawah mendekati 100 oC dan berlahan dinaikkan sampai dengan suhu tinggi mancapai diatas 100 oC.metode ini dikombinasikan dengan frekwensi tinggi tetapi tidak ekonomis. Pada centrifuging, kayu diletakkkan pada tempat yang berputas dimana suhu dan RH dikontrol. Metode ini cepat, ekonomis, tanpa cacat, tetapi hanya sebatas teori, tanpa ada aplikasinya. Radiasi ultraviolet sangat jarang diaplikasikan dan tidak ekonomis, pengeringan dengan microwave juga sudah di applikasikan.

Steaming
            Steam (uap) digunakan dalam kiln pengeringan untuk mengendalikan kelembaban relatif dalam ruang pengering yang bertujuan untuk mencegah cacat kayu. Steaming juga dimanfaatkan untuk hal yang lain, seperti merubah warna alami kayu, atau persiapan untuk produksi veneer dan steaming untuk membengkokkan kayu.
           
Cacat Kayu Akibat Pengeringan
1. Kerusakan karena Penyusutan
            Kayu yang menyusut jika dikeringkan akan menyebabkan terjadinya beberapa kerusakan. Selama tahap awal pengeringan, lapisan luar ( outer shell) kayu kehilangan air dan ketika mencapai titik jenuh serat (TJS), lapisan permukaan mulai menyusut. Jika lapisan dalam ( inner core) lebih padat, dengan catatan masih di atas titik jenuh serat, maka core akan menahan penyusutan lapisan luar. Laju penyusutan relatif terhadap ketebalan, menghasilkan gaya tarik ( tensile stress) pada bagian luar dan berakibat pada gaya tekan ( compression stress) pada bagian dalam. Gaya tarik lapisan luar, bisa sangat besar sehingga melebihi batas elastis pada arah tegak lurus serat dan menjadi bentuk yang permanen. Pada beberapa kasus, gaya bisa lebih besar dari kekuatan maksimum dan menyebabkan retak.
            Selama proses pengeringan, lapisan dalam mulai mencapai keadaan di bawah titik jenuh serat dan menyusut, mengakhiri tahap pengeringan yang kedua. Gaya tarik yang terbentuk selama tahap pengeringan yang pertama, memberikan pengaruh besar karena menahan penyusutan lapisan dalam. Hal ini menyebabkan kembalinya stress ( stress reversal), yaitu lapisan luar mengalami gaya tekan dan lapisan dalam mengalami gaya tarik.
            Gaya tekan pada permukaan biasanya terjadi dekat pada retak permukaan sehingga mudah terlihat selama tahap awal pengeringan, menimbulkan kesan bahwa kayu tersebut sudah tidak dapat dipergunakan. Jika gaya tarik pada lapisan dalam lebih besar dari gaya tarik pada arah tegak lurus serat maka akan terjadi internal rupture, namun tidak dapat terlihat pada permukaan.Ketika proses pengeringan selesai, papan masih dalam keadaan
            tegangan yang belum konstan, lapisan luar mengalami gaya tekan dan lapisan dalam mengalami gaya tarik. Kondisi ini biasanya berakhir dengan terjadinya kekerasan. Pada beberapa kasus tidak menimbulkan masalah, kecuali jika pada papan terjadi ketidakseimbangan tegangan antara tebal dan lebar, yang dapat menyebabkan penyimpangan. Dengan kondisi pengeringan kilang yang terkendali, kondisi stress ini dapat dihilangkan.
           
            Pada tahap akhir pengeringan, panas diberikan pada waktu singkat dengan kondisi kelembaban relatif yang tinggi akan mendorong terbentuknya gaya tekan pada lapisan luar. Jika gaya tekan akhir ini sama dengan gaya tarik awal, semua tegangan dapat dihilangkan dan akhirnya kayu gergajian bebas dari tegangan. Perlakuan ini disebut dengan conditioning. Namun jika waktu conditioning terlalu lama, stress dapat kembali dan kayu gergajian secara permanen akan berada pada kondisi reverse-case-hardened yang tidak diinginkan.

Jenis cacat karena penyusutan, adalah sebagai berikut :
a. Retak ujung dan permukaan ( end and surface checks
Hal ini terjadi karena pada saat permukaan kayu mengering, bagian luar kayu mulai menyusut, tetapi bagian dalam kayu masih basah. Akibatnya terjadi tegangan dan retak pada permukaan dan ujung kayu. Cara pencegahannya adalah dengan mengoleskan oli, resin, urea atau polyetilen glikol (PEG) pada ujung kayu. Pada tahap awal pengeringan digunakan temperatur rendah, kemudian dinaikkan secara perlahan.
b. Case hardening
Case hardening disebabkan oleh tingginya kadar air dalam kayu sebelum mulai dikeringkan dan sangat cepatnya proses pengeringan.Proses evaporasi dalam inti kayu terhambat karena sel permukaan kayu yang kering menghalangi keluarnya air dari sel bagian dalam kayu ke permukaan. Permukaan kayu akan mengeras dan kedap.
c. Retak dalam ( honey combing)
Cacat retak dalam adalah cacat yang diakibatkan oleh kesalahan pengendalian mesin pengering dan merupakan kelanjutan dari cacat c ase hardening kayu.
d. Perubahan bentuk ( distorsi)
Perubahan bentuk yang mungkin terjadi adalah melengkung
( bowing), mencawan ( cupping), dan memuntir ( twisting). Perubahan bentuk ini disebabkan oleh tidak meratanya persentase penyusutan bagian-bagian kayu.
2. Kerusakan karena kandungan ekstraktif
Ekstraktif kayu dapat menyebabkan warna yang tidak diharapkan ( discolouration) pada permukaan kayu karena perubahan konsentrasi ekstraktif ataupun perubahan kimiawi ekstraktif (polimerisasi ekstraktif) selama pengeringan. S ebagai contoh warna gelap pada bagian kayu yang disanggah selama pengeringan.
3. Kerusakan karena Jamur
Blue stain, decay dan mold dapat berkembang pada kayu gergajian, selama menunggu proses pengeringan atau pada kondisi pengeringan tertentu. Kayu gubal pada kebanyakan jenis kayu, lebih mudah diserang jamur daripada kayu terasnya karena kandungan ekstraktifnya lebih sedikit. Kerusakan karena jamur terjadi sebelum pengeringan, ketika kayu dalam kondisi di atas titik jenuh serat dan jamur mendapat makanan, air, oksigen dan suhu yang sesuai. Kerusakan ini dapat dicegah dengan pengeringan kilang atau pengeringan udara yang dipercepat, khususnya pengeringan pada permukaan, ataupun menggunakan cairan kimia antifungal. 

PEMROSESAN PRODUK POLIMER

Bahan atau produk polimer hasil polimerisasi sebagian besar berbentuk resin plastik  (ada yang menyebutnya  pellet atau chip plastik).  Resin tersebut kemudian diproses dengan berbagai teknik diataranya ekstrusi molding, kalendering pelapisan dan spining Namun tidak seluruh produk polimer mesti dijadikan resin Beberapa jenis polimer termoset tidak memungkinkan dibuat resin, demikian juga untuk beberapa jenis  polimer rekayasa  maupun polimer khusus, oleh karenanya perlu teknik tersendiri dalam memprosesnya.

EKSTRUSI                                                                                                                           Pada proses ekstrusi terjadi peristiwa transfer (conveying) resin dari satu titik ke titik lain menggunakan ulir (screw), kemudian pelelehan dan penekanan.  Secara prinsip resin masuk dalam wadah (hoper) kemudian dibawa oleh ulir sambil mengalami proses pelelehan. Panas berasal dari kumparan yang dipasang di sekeliling ulir. Begitu pergerakan bahan menuju ujung, terjadi kenaikan tekanan  karena bahan polimer mesti melalui lubang kecil sedangkan dari belakang ulir terus bergerak menekan. Bahan keluar selanjutnya bisa “dieterima” oleh molding untuk dicetak, atau kembali dibuat resin. Khusus yang terakhir ini sepertinya merupakan aktivitas pengulangan (dari resin yang dikenakan proses ekstrusi untuk kembali dibentuk resin). Jawabannya  secara teknis memang demikian. Namun sebenarnya resin yang keluar berbeda dengan resin yang masuk. Dalam kasus ini  resin yang masuk dicampur dengan bahan lain sehuingga resin keluar mempunyai sepsifikasi yang khusus. Dengan demikian   tujuan ekstrusi diantaranya adalah untuk mendapat resin dengan spesifikasi berbeda dengan sebelumnya.

            Pencampuran (compounding)  merupakan hal  yang umum di industri polimer plastik. Sebagai contoh plastik SAN (stirin-akrilonitril) bila dicampur dengan karet SBS (kopolimer stririn-butadien-stririn) melalui ekstruder (alat pengekstrusi) akan menjadi plastik ABS (akrilonitril-butadien-stririn). Dalam hal ini  pencampuran bertujuan untuk mendapatkan plastik yang keras sekaligus liat. Plastik SAN bersifat keras namun getas. Untuk menghilangkan kegetasan maka perlu dicampur dengan  SBS agar mempunyai sifat liat, maka jadilah plastik ABS tersebut. Kemudian proses ekstrusi juga dipakai untuk pewarnaan resin. Sebagai contoh resin ABS dalam keadaan asli berwarna putih kekuningan dan opak (’buthek’, tidak transparan). Dan seperti diketahui aplikasi ABS diantaranya adalah untuk bodi sepeda motor, casing HP dan seterusnya. Produk-produk tersebut kenyataannya memerlukan variasi warna,. Untuk itulah resin ABS diberi pigmen dengan menggunakan proses ekstrusi. Sedangkan proses daur ulang beberapa jenis plastik juga menggunakan ekstruder. Dalam hal ini plastik bekas dalam ukuran potongan tertentu diumpankan ke hoper untuk selanjutnya diekstrusi menghasilkan resin plastik daur ulang. Resin tersebut kemudian dikirim (dujual) ke pabrik molding untuk dicetak.


            Ekstruder yang ada dipasaran biasanya terdiri atas ekstruder tunggal (single extruder) dan ekstruder ganda atau kembar (twin extruder).  Seacara umum ekstruder ganda mempunyai nilai lebih yaitu pencampuran yang lebih merata dan biasanya outputnya besar. Tentu saja harga ekstruder ganda lebih mahal dibanding elkstruder tunggal. Berikut dibawah penampang melintang kedua jenis ekstruder dan  foto ekstruder ganda.

MOLDING

            Molding merupakan proses pencetakan bahan polimer menjadi suatu bentuk tertentu sesuai dengan apa yang dikehendaki. Botol plastik kemasan air minum dan casing komputer merupakan contoh hasil  proses molding. Adapun proses molding dapat dibagi dalam beberapa jenis yaitu molding tiup, molding injeksi, molding kompresi, resin transfer molding (RTM), vacuum forming  dan SCRIMP.

STIRIN AKRILONITRIL (SAN)

  Proses produksi plastik stirin akrilonitril (SAN) diawali dengan mencampur bahan baku stririn dan akrrilonitril berikut bahan tambahan didalam tangki pencampur (mixing tank). Selanjutnya campuran diumpankan kedalam reaktor alir tangki berpengaduk. Suhu operasi dipertahankan sekitar 150oC dengan tekanan sekitar 2,5 atm. Produk polimer dalam bentuk slurry (semacam bubur) selanjutnya ditransfer ke dalam devolatilizer #1 dan devolatilizer # 2 guna pengambilan sisa monomer. Produk selanjutnya di bentuk hingga menjadi resin di unit peletizer. Seperti halnya produk polietilen yang terdiri atas beberapa jenis seperti HDPE LDPE dan seterusnya, produk SAN pun terdiri atas beberapa grade. Variasi jenis tersebut dapat dicapai dengan mengubah komposisi bahan baku dan menetapkan kondisi operasi tertentu.

                                          Diagram proses Stirin Akrilonitril (SAN)

ABS

            Akrilonitril-butadien-stirine atau ABS merupakan kopolimerisasi berdasar proses pencampuran secara fisis-mekanis. Plastik jenis ini dibuat dengan mencampur resin SAN dengan SBR (styrene butadiene rubber). Sejumlah resin SAN dan SBR ditambah additive dengan perbandingan berat tertentu dimasukkan kedalam mixer supaya tercampur merata. Selanjutnya melalui hopper campuran tersebut mengalami proses ekstrusi (menggunakan ekstruder) hingga terbentuk resin ABS.

                                                       Proses ABS compounding

Pada beberapa diagram alir diatas dinyatakan aadanya proses lanjut ‘ke unit pelletizer’. Unit pelletizer adalah rangkaian peralatan dimana produk polimer berbentuk slurry dirubah kedalam bentuk pellet (atau chip atau resin). Bentuk pellet mungkin dapat dimiripkan dengan bentuk beras. Untuk jelasnya, berikut gambaran unit tersebut.

                                                               Unit Pelletizer



Polimer berbentuk slurry dari unit proses kemudian dijadikan strand yang berbentuk seperti mie. Strand polimer yang masih lembek kemudian didinginkan dalam pendingin air  (strand cooler). Selanjutnya strand dikeringkan dengan penyemprotan udara untuk diumpankan ke pelletizer. Alat tersebut terdiri atas pisau pemotong dalam bentuk silinder bergerigi. Dengan demikian strand akan terotong-potong hingga ukuran panjang sekitar 2 mm. Itulah yang disebut pellet. Pellet selanjutnya diumpankan ke  ayakan (vibrating screen) guna pemerataan ukuran (pallet yang terlalu panjang tidak dapat menembus ayakan). Berikutnya pellet ditransfer menuju ke silo (tempat penyimpanan) sambil diberi pelumas padat (misal magnesium stearat). Fungsi pelumas adalah untuk mencegah lengketnya antara pellet satu dengan lainnya. Pellet selanjutnya dikemas dalam kemasan 25 kg , 50 kg atau 1 ton untuk dikirim ke pabrik molding.
                                                                                               
                                                                                   

NILON

            Bahan baku utama pembuatan nilon (dalam hal ini nilon-6) adalah kaprolaktam. Kaprolaktam dapat berbentuk bubuk maupun flake (lempengan kecil-kecil). Kaprolaktam selanjutnya dipanaskan hingga mengalami pelelehan. Cairan kaprolaktan selanjutnya ditransfer ke mixer guna pengenceran (ditambah air) dan diberi senyawa penstabil (stabilizer). Kemudian titan oksida disuntukkan kedalam aliran kaprolaktam yang menuju reaktor. Titan oksida berfungsi memperindah kenampaan produk. Keluar dari reaktor nilon 6 mempunyai suhu sekitar 260oC dan kekentalan kurang lebih 1.000 stokes. Nilon selanjutnya diumpankan kedalam evaporator. Produk selanjutnya diberi stabilizer dan ditransfer ke unit spinning. Proses pembuatan nilon diatas dikenal sebagai proses Vickers-Zimmer.

Diagram polimerisasi nilon-6

Teknologi MESIN VVT

MESIN VVT-i


VVT-i, atau Variable Valve Timing dengan kecerdasan, merupakan mobil variable valve timing teknologi yang dikembangkan oleh Toyota , yang kinerjanya sama dengan BMW VANOS . The Toyota VVT-i sistem menggantikan VVT Toyota ditawarkan mulai pada 24 Desember 1991 pada katup per silinder 5- 4A-GE mesin. Sistem VVT adalah tahap 2-hidrolik dikontrol sistem cam phasing. The Toyota Motor CEO telah dilaporkan telah berkata, "VVT adalah jantung dari setiap Toyota modern!"
VVT-i, yang diperkenalkan pada tahun 1996, bervariasi waktu dari asupan katup dengan menyesuaikan hubungan antara camshaft drive (belt, gunting-gear atau rantai) dan camshaft intake. Tekanan oli engine diterapkan pada aktuator untuk menyesuaikan posisi camshaft. Penyesuaian dalam waktu tumpang tindih antara penutupan katup buang dan intake valve hasil pembukaan efisiensi mesin lebih baik. Varian dari sistem, termasuk VVTL-i, Dual VVT-i, VVT-IE, dan Valvematic, telah diikuti.

1. VVTL-i




VVTL-i (Variable Valve Timing dan Lift sistem cerdas) adalah versi yang disempurnakan dari VVT-i yang dapat mengubah angkat katup (dan durasi)serta valve timing. Dalam kasus katup 16 2ZZ-GE , kepala mesin menyerupai khas DOHC desain, menampilkan Cams terpisah untuk intake dan exhaust dan menampilkan dua intake dan exhaust katup dua (empat total) per silinder. Tidak seperti desain konvensional, camshaft masing-masing memiliki dua lobus per silinder, yang dioptimalkan untuk operasi rpm lebih rendah dan satu dioptimalkan untuk operasi rpm tinggi, dengan mengangkat lebih tinggi dan durasi yang lebih lama. Setiap pasangan katup dikendalikan oleh satu rocker arm, yang dioperasikan oleh camshaft. Setiap rocker arm memiliki pengikut sandal dipasang ke lengan rocker dengan pegas, yang memungkinkan pengikut sandal untuk secara bebas bergerak naik dan turun dengan lobus tinggi tanpa mempengaruhi rocker arm. Ketika mesin beroperasi dibawah 6000-7000 rpm (tergantung pada tahun, mobil, dan ECU terpasang), lobus bawah sudah mengoperasikan rocker arm dan dengan demikian katup, dan sandal-pengikut yang freewheeling sebelah rocker arm.Ketika mesin beroperasi di atas titik keterlibatan lift, ECU mengaktifkan saklar tekanan minyak yang mendorong pin geser di bawah pengikut sandal pada setiap rocker arm. Para rocker arm sekarang terkunci dalam gerakan sandal-pengikut dan dengan demikian mengikuti pergerakan cam rpm tinggi lobus, dan akan beroperasi dengan profil cam rpm tinggi sampai pin dilepas oleh ECU. Sistem angkat sama seperti prinsip Honda VTEC operasi.
Sistem ini pertama kali digunakan pada tahun 2000 Toyota Celica dengan 2ZZ-GE . Toyota kini menghentikan produksi VVTL-i nya mesin untuk pasar kebanyakan, karena mesin tidak memenuhi Euro IV spesifikasi emisi. Akibatnya, mesin ini telah dihentikan pada beberapa model Toyota, termasuk yang dari Corolla T-Sport (Eropa), CorollaSportivo (Australia), Celica , Corolla XRS , Toyota Matrix XRS, dan Pontiac Vibe GT, yang semuanya telah yang 2ZZ-GE mesin dipasang. The Lotus Elise terus menawarkan -GE 2ZZ dan 1ZZ-FE mesin, sedangkan Exige menawarkan mesin dengan supercharger.


2. Dual VVT-i


Sistem Dual VVT-i menyesuaikan waktu pada kedua intake dan exhaust camshaft. Ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1998 pada Altezza RS200 yang 3S-GE mesin.
Dual VVT-i juga ditemukan di generasi baru mesin Toyota V6, 3.5-liter yang 2gr-FE pertama muncul pada 2.005 Avalon . Mesin ini sekarang dapat ditemukan di berbagai Toyota dan Lexus model. Dengan menyesuaikan valve timing, mesin mulai dan berhenti terjadi hampir Tanpa disadari di kompresi minimal. Pemanasan cepat dari catalytic converter terhadap cahaya-off suhunya mungkin, sehingga mengurangi emisi hidrokarbon jauh.
Kebanyakan mesin Toyota termasuk mesin LR ( V10 , yang digunakan dalam Lexus LFA ), mesin UR ( V8 ), mesin GR ( V6 ), mesin AR (Large I4 ), dan mesin ZR (Small I4 ) sekarang menggunakan teknologi ini.

3. VVT-IE

VVT-IE (Variable Valve Timing - intelligent oleh motor listrik) adalah versi Dual VVT-i yang menggunakan aktuator elektrik dioperasikan untuk menyesuaikan dan mempertahankan asupan camshaft timing. Waktu camshaft masih dikendalikan menggunakan aktuator hidrolik. Ini bentuk teknologi variable valve timing awalnya dikembangkan untuk Lexus kendaraan. Sistem ini pertama kali diperkenalkan pada 2007MY Lexus LS 460sebagai 1UR mesin.
Motor listrik di aktuator berputar bersama-sama dengan camshaft intake sebagai berjalan mesin. Untuk menjaga timing camshaft, motor aktuator akan beroperasi pada kecepatan yang sama seperti camshaft. Untuk memajukan timing camshaft, motor aktuator akan berputar sedikit lebih cepat daripada kecepatan camshaft. Untuk menghambat camshaft timing, motor aktuator akan berputar sedikit lebih lambat dari kecepatan camshaft. Perbedaan kecepatan antara motor dan aktuator timing camshaft digunakan untuk mengoperasikan mekanisme yang bervariasi waktu camshaft. Manfaat dari aktuasi listrik adalah respon ditingkatkan dan akurasi pada kecepatan mesin rendah dan pada suhu yang lebih rendah. serta rentang total lebih besar dari penyesuaian. Kombinasi faktor-faktor ini memungkinkan kontrol yang lebih tepat, sehingga perbaikan dari kedua ekonomi bahan bakar, output mesin dan kinerja emisi.


4. Valvematic







Sistem Valvematic menawarkan penyesuaian terus menerus untuk mengangkat volume dan waktu, dan meningkatkan efisiensi bahan bakar dengan mengontrol campuran bahan bakar / udara menggunakan control valve bukan kontrol throttle plate konvensional.  Teknologi ini membuat penampilan pertama pada tahun 2007 di Nuh  dan kemudian pada awal 2009-dalam keluarga mesin ZR digunakan pada Avensis . Sistem ini lebih sederhana dalam desain dibandingkan dengan Valvetronic dan VVEL , memungkinkan kepala silinder untuk tetap pada ketinggian yang sama.

Jenis jenis SKYACTIV

SKYACTIV-G 1.5
Mesin baru ini mengadopsi sistem gas buang tersendiri dengan pre-silencer yang secara efisien mengurangi tekanan gas buang di antara catalytic converter dengan knalpot utama bertekanan rendah. Sistem saluran buang 4-2-1 ini meningkatkan efisiensi distribusi campuran bahan bakar ke ruang bakar, sehingga menghasilkan torsi maskimal sepanjang putaran mesinnya.
Teknologi pada SKYACTIV-G 1.5 ini juga menggunakan multi-hole injector dan cavity piston untuk mendapatkan rasio kompresi tinggi hingga 13,0 : 1. Hal ini dapat meningkatkan torsi dan keekonomisan bahan bakar dibandingkan model sebelumnya yang menggunakan mesin berkapasitas sama.

SKYACTIV-G 2.0
menggunakan Exhaust Gas Recirculation (EGR) yang didinginkan untuk mensirkulasi ulang sebagian gas buang ke saluran masuk untuk menjaga rasio kompresi tetap 14,0 : 1. Mobil ini menggunakan sistem gas buang 4-1 dan baterai nickel-metal hydride yang kondisi voltase, suhu dan indikasi lain dikontrol oleh computer untuk mempertahankan kemampuannya.

SKTACTIV-D 2.2
Ini adalah mesin diesel bersih dengan rasio kompresi rendah 14,0 : 1, yang menawarkan performa mengagumkan, keekonomisan bahan bakar yang istimewa dan suara mesin yang senyap. Mesin ini dapat mengurangi emisi NOx (nitrogen  oksida) dan PM (particulate matter) tanpa perlu tambahan sistem katalis.

SKYACTIV-HYBRID
Mazda memperkenalkan sistem hybrid yang teknologinya berasal berkat kerjasama dengan Toyota.  SKYACTIV-HYBRID mengkombinasikan teknologi hybrid dengan mesin SKYACTIV-G 2.0 yang dibuat khusus untuk model terbaru ini.

SKYACTIVE-MT

Mazda menawarkan transmisi manual enam-silinder yang kompak dan berbobot ringan untuk perubahan gear yang lebih sporty dan dapat diprediksi. Dengan pergerakan tuas transmisi yang sepuluh persen lebih pendek dibanding transmisi sebelumnya, konstruksi baru ini menghasilkan perpindahan gear yang lebih halus sekaligus rasa yang mantap untuk perpindahan gear yang cepat. Pergerakan tuas yang lebih akurat juga didukung dengan pemangkasan panjang tuas transmisi hingga 70 mm dan perubahan sudut tuas transmisinya sehingga posisi gear dapat dengan mudah dikenali.

PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN K3 MENURUT OHAS 18001 SEBAGAI UPAYA MENGURANGI KECELAKAAN KERJA DI INDUSTRI

MAKALAH ILMIAH 

 PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN K3 
 MENURUT OHAS 18001 SEBAGAI UPAYA 
MENGURANGI KECELAKAAN KERJA DI INDUSTRI 

 Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Bahas Indonesia






Oleh : Alan Virgianto 
5130611018 

 TEKNIK INDUSTRI 
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI 
UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA 
2013 


KATA PENGANTAR


Puji dan Syukur kepada Allah karena karuniaNya penulis berhasil Menyelesaikan makalah ilmiah yang berjudul PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN K3 MENURUT OHSAS 18001 SEBAGAI UPAYA MENGURANGI KECELAKAAN KERJA DI INDUSTRI
Makalah ini berisi penerapan manajemen K3 dalam upaya mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja di industri. Gagasan timbul ketika melihat banyaknya kecelakaan kerja di industri maupun di lalulintas
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.Sekiranya laporan yang telah disusun dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan oleh karena itu kritik dan saran sangat kami harapkan.


DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR.. ii
DAFTAR ISI. iii
BAB I PENDAHULUAN.. 1
        1.1 Latar Belakang  Masalah. 1
        1.2 Rumusan Masalah. 2
        1.3 Tujuan. 2
        1.4 Manfaat 2
BAB II LANDASAN TEORI. 3
        2.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 3
        2.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 4
        2.3 Ketentuan Penerapan Sistem Manajemen K3. 4
        2.4 Langkah Implementasi Penerapan Sistem Manajemen K3. 5
BAB III PEMBAHASAN.. 6
        3.1 Proses Penerapan Sistem Manajemen K3. 6
        3.2 Kunci Keberhasilan Penerapan Sistem Manajemen K3. 7
        3.3 Pencegahan dan Mengurangi Kecelakaan Kerja. 8
BAB IV PENUTUP. 9
       4.1 Kesimpulan. 9
       4.2 Saran. 9

DAFTAR PUSTAKA.. 10


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang  Masalah

Meningkatnya kebutuhan hidup manusia mendorong industri untuk menyediakan kebutuhan dengan cepat dan berkualitas, sehingga diperlukan strategi yang tepat, salah satunya adalah memiliki peralatan yang berteknologi tinggi. Berdirinya industri – industri ini sangat banyak memberikan manfaat bagi kelangsungan hidup manusia walaupun banyak masalah-masalah yang muncul. Industri didirikan dengan menggunakan metode kerja, teknologi dan lainnya untuk mendapatkan tingkat produktivitas yang tinggi, tetapi seringkali tanpa mempertimbangkan efek samping yang dapat ditimbulkannya. Salah satu keadaan yang timbul adalah terjadinya suatu kecelakaan kerja dan tidak jarang pekerja menderita sakit yang pada akhirnya sangat mempengaruhi produktivitas pekerja tersebut.
Menurut Jamsostek tercatat 65.474 kecelakaan kerja yang mengakibatkan 1.451 orang meninggal, 5.326 orang cacat tetap dan 58.697 orang cedera. Data kecelakaan tersebut mencakup seluruh perusahaan yang menjadi anggota Jamsostek dengan jumlah peserta sekitar 7 juta orang atau sekitar 10% dari seluruh pekerja di Indonesia. Dengan demikian, angka kecelakaan mencapai 930 kejadian untuk 100.000 pekerja setiap tahun. (Jamsostek, 2007) di samping itu dengan menurunnya produktivitas pihak industri akan rugi. Kerugian materi lainnya jauh lebih besar. Kondisi ini disebabkan karena masih kurangnya kesadaran dan pemahaman kalangan usaha di Indonesia akan pentingnya aspek K3 sebagai salah satu unsur untuk meningkatkan daya saing.
Disamping itu untuk meningkatkan daya saing proses produksi menuntut jadwal dan tindakan yang cepat dan tepat. Kondisi ini menyebabkan perlunya tindakan-tindakan penyelamatan apabila terjadi kecelakaan kerja, karena kecelakaan dapat menghambat proses produksi dengan hilangnya jam kerja karyawan serta adanya kerugian material ataupun jiwa. Namun demikian pecegahan terjadinya kecelakaan (preventive) harus lebih dahulu dilakukan. Tempat serta lingkungan kerja juga sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya tingkat produktivitas para pekerja. Lingkungan dan tempat kerja yang baik dapat memberikan semangat dan ketenangan bagi para pekerja sehingga tercapai tingkat produktivitas yang tinggi.

1.2 Rumusan Masalah

                Berdasarkan latar belakang masalah di atas amaka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut :
  1. Bagaimana penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang standar
  2. Bagaimana pengaruh penerapan sistem K3 terhadap menurunnya tingkat kecelakaan kerja

1.3 Tujuan

                Ada beberapa tujuan dari pembuatan makalah yang membahas tentang penerapan sistem manajemen K3 diantaranya adalah :
  1. Mengetahui penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang standar
  2. Mengetahui pengaruh penerapan sistem K3 terhadap menurunnya tingkat kecelakaan kerja

1.4 Manfaat

                Manfaat bagi industri menerapkan sistem manajemen K3 antara lain :
1.      Mengurangi kecelakaan kerja di industri
2.      Karyawan akan lebih menegerti pentingnya perlengkapan kerja yang digunakan untuk mengurangi kecelakaan kerja


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja

            Menurut OHSAS 18001 : 2007 OHS Management system: part of organization’s management system used to develop and implement its OH’S Policy and manage OH’S Risks.
1.    A management system is a set of interrelated elements used to establish policy and objectives and to achieve those objectives.
2.    A management system includes organization structure, planning activities   (including fir example, risk assessment and the setting of objectives ), responsibilities, practices, procedures, procedures, and resources.
Sistem manajemen K3 merupakan konsep pengolahan K3  secara sistematis dan komprehentif dalam suatu system manajemen yang utuh melalui proses perencanaan, penerapan, pengukuran dan pengawasan.Terdapat berbagai bentuk sistem manejemen K3 yang dikembangkan oleh lembaga dan institute di dalam dan luar negeri antara lain :
1.    International safety Rating System (ISRS) dari ILCI/DNV
Suatu system manajemen K3 yang dipelopori oleh ahli K3 dari USA
Mr. FrankBird yang mengembangkan metode penilaian kinerja K3 yang disebut ISRS. System ini memberi peringkat kinerja K3 suatu perusahaan melalui audit dan sistem scoring atau nilai. Di Indonesia telah banyak yang menerapkan sistem ini.
2.    Proses safety Management, OHSA Standar CFR 29 1910.119 merupakan Sistem manajemen K3 yang dirancang khusus untuk industri proses beresiko tinggi seperti perminyakan dan petrokimia. Di Indonesia dikenal dengan istilah manajemen keselamatan proses (MKP) yang telah dikembangkan oleh berbagai industri dan perusahaan (OHSAS 18001, 2007)

2.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

                Tujuan dari penerapan sistem manajemen K3 antara lain :
1.    Sebagai alat ukur kinerja K3 dalam organisasi
Sistem manajemen K3 digunakan untuk menilai dan mengukur kinerja penerapan K3 dalam organisasi. Dengan membandingkan pencapaian K3 dalam organisasi tersebut, organisasi dapat mengetahui tingkat pencapaian K3. Pengukuran ini dilakukan melalui audit sistem manajemen K3.
2.    Sebagai pedoman implementasi K3 dalam organisasi
Sistem manajemen K3 dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam mengembangkan sistem manajemen K3. Beberapa bentuk sistem manajemen yang digunaka sebagai acuan misalnya ILO OHSMS, API HSE MS Guidelines, oil and Gas Producer Forum (OGO)
3.    Sebagai dasar penghargaan
Penghargaan K3 diberikan atas pencapaian kinerja K3 sesuai dengan tolak ukur masing-masing. Karena bersifat penghargaan, maka penilaian hanya berlaku untuk periode tertentu.
4.    Sebagai sertifikasi
Sertifikasi diberikan oleh lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi oleh suatu badan sertifikasi. Sistem sertifikasi ini telah berkembang secara global karena dapat diacu di seluruh dunia. (OHSAS 18001, 2007)

2.3 Ketentuan Penerapan Sistem Manajemen K3

                                Industri diwajibkan untuk melaksanakan beberapa ketentuan pokok penerapan K3 antara lain :
1. Menetapkan kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan SMK3.
2. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan SMK3.
3. Menerapkan kebijakan secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran K3.
4. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja K3 serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.
5. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan SMK3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja K3.
6. Pengendalian resiko dan bahaya yang ditimbulkan.
(Mentri tenaga kerja, No. Per-05/MEN/1996)

2.4 Langkah Implementasi Penerapan Sistem Manajemen K3

Langkah-langkah implementasi dalam penerapan system manajement ada 20 langkah implementasi antara lain :
Langkah 1       : Pembentukan Tim
Langkah 2       : Penentuan lingkup sistem manajemen
Langkah 3       : Tinjauan awal
Langkah 4       : Kebijakan K3
Langkah 5       : Identifikasi Bahaya, Penilaian resiko
Langkah 6       : Persyaratan Hukum dan lainnya
Langkah 7       : Sasaran K3
Langkah 8       : Program K3
Langkah 9       : Sumberdaya, peran, tanggung jawab, dan wewenang
Langkah 10     : Pelatihan Kepedulian Kompetensi
Langkah 11     : Komunikasi, konsultasi, dan partisipasi
Langkah 12     : Pendokumentasian   
Langkah 13     : Pengendalian dokumen
Langkah 14     : Pengendalian operasi
Langkah 15     : Kesiagaan dan tanggap darurat
Langkah 16     : Pengukuran kinerja dan pemantauan
Langkah 17     : Penyelidikan Insiden, ketidaksesuaian, dan pencegahan
Langkah 18     : Penyelidikan rekaman
Langkah 19     : Audit Internal
Langkah 20     : Tinjauan Manajemen (Ramli Soehatman, 2010, 192-194)

                                                     

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Proses Penerapan Sistem Manajemen K3

          Dari landasan teori yang di atas, dalam penerapan sistem manajamen K3 industri harus melakukan langkah implementasi antara lain :

Langkah implementasi
Kegiatan
keluaran
Tim bekerja
Langkah 15 : Kesiagaan dan Tanggap darurat
1.    Lakukan identifikasi darurat
2.    Buat prosedur tanggap daruarat
3.    Buat program pelatihan
1.    Prosedur tanggap darurat
2.    Identifikasi darurat
3.    Organisasi tanggap darurat
Workshop 2
1.     Review hasil langkah 2-15
2.     Lakukan pre-audit
3.     Kerjakan langkah 17-20
1.    Progress report kemajuan implementasi
2.    Hasil pressessment
Tim berkerja
Langkah 16 : Pengukuran Kinerja dan Pemantauan
1.    Buat prosedur pemantauan
2.    Susun aspek dan jenis pemantauan yang diperlukan
1.    Prosedur pemantauan
2.    Daftar pemantauan dan sistem

Langkah ke 17 : Insiden, Ketidaksesuaian, dan Tindakan korelasi
1.    Buat data sistem pelaporan kecelakaan dan kejadian
2.    Susun prosedur
3.    Buat formulir pelaporan
1.    Prosedur pelaporan kecelakaan
2.    Analisis kecelakaan kejadian
3.    Data kecelakaan tersusun

Langkah ke 18 : pengendalian rekaman
1.    Buat daftar rekaman K3
2.    Susun prosedur pengelolaan data

1.    Daftar data K3
2.    Prosedur pengelolaan data
3.    Tempat penyimpanan arsip yang baik
Internal Audit
Langkah ke 19 : Internal Audit
1.    Susun prosedur
2.    Bentuk tim Audit Internal
3.    Adakan pelatihan
1.    Prosedur internal Audit
2.    Rencana Audit Internal
3.    Laporan peleksanaan Audit Internal
4.    Tindak lanjut Audit Internal
Tinjauan menejemen
Langkah ke 20 : Tinjauan manajemen
1.    Buat prosedur tinjauan manajemen
2.    Laksanakan pertemuan Tinjauan manajemen
1.    Prosedur tinjauan Menejemen
2.    Laporan hasil pertemuan
3.    Dokumen tinjauan manajemen

3.2 Kunci Keberhasilan Penerapan Sistem Manajemen K3

Untuk mencapai penerapan SMK3 kelas dunia diperlukan faktor seperti berikut ini
1.    SMK3 harus komprehensif dan terintegrasi dengan seluruh langkah pengendalian yang dilakukan. Antara elemen implementasi dengan potensi bahaya atau resiko yang ada dalam organisasi harus berjalan. SMK3 disusun dengan pendekatan risk based concept sehingga tidak salah arah (misguided)
2.    SMK3 harus dijalankan dengan konsisten dalam operasi satu-satunya cara untuk mengendalikan risiko dalam organisasi. Semua program K3 atau kebijakan K3 yang diambil harus mengacu kepada SMK3 yang ada. Sebagai contoh, ketika organisai akan melakukan proyek ekspansi fasilitasi, maka dikembangkan program K3 untuk proyek yang tetap mengacu kepada SMK3 yang sudah ada.
3.    SMK3 harus konsisten dengan hasil identifikasi bahaya dan penilaian resiko yang sudah dilakukan. Hal ini akan tercermin dalam penetapan objektif dan program kerja yang harus mengacu kepada potensi bahaya yang ada dalam organisasi.
4.    SMK3 harus mengandung elemen-elemen implementasi yang berlandaskan siklus proses manajemen (PDCA).
5.    Semua unsur atau individu yang terlibat dalam operasi harus memahami konsep dan implementasi SMK3.
6.    Adanya dukungan dan komitmen menejemen puncak dan seluruh elemen dalam organisasi untuk mencapai kinerja K3 terbaik.
7.    SMK3 harus terintegrasi dalam sistem menejemen lainya yang ada dalam organisasi.

3.3 Pencegahan dan Mengurangi Kecelakaan Kerja

     Dalam kecelakaan kerja menyangkut berbagai aspek seperti manusia, kondisi pabrik, teknis peralatan yang dugunakan, dan alam. Untuk mengurangi kecelakaan kerja ada beberapa pendekatan seperti teknis, administrative dan manusia.
     Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material. Untuk mencegah kecelakaan bersifat teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain
1.  Rancangan bangunan yang aman disesuaiakan dengan persyaratan teknis dan standar yang berlaku untuk menjamin kelayakan instalasi dan peralatan kerja.
2.  Sistem pengaman dalam pengoperasian alat atau instalasi misalnya tutup pengaman mesin, sistem inter lock, sistem alarm, dan lainya
Pendekatan administrative dilakukan dengan cara mengatur waktu dan jam kerja sehinggga tingkat kelelahan dan paparan bahaya dapat dikurangi, menyediakan alat keselamatan kerja, mengatur pola kerja, sistem produksi dan proses kerja
Akan tetapi, faktor teknis dan administrative tersebut juga belum mencukupi. Unsur berikutnya yang sangat penting adalah unsur manusia. Dalam kenyataan bahwa 85% kecelakaan kerja disebabkan oleh faktor manusia, untuk mencegah kecelakaan kerja dilakukan upaya antara lain yaitu pembinaan dan perilaku aman K3, pengawasan dan inspeksi K3, pengembangan prosedur kerja aman.


BAB IV

PENUTUP

4.1     Kesimpulan

1.    Kunci keberhasilan dalam penerapan SMK3 organisasi harus komprehensif, konsisten dengan hasil identifikasi bahaya, memahami konsep dan implementasi SMK3, adanya dukungan dan komitmen menejemen puncak.
2.      Dalam mengurangi kecelakaan kerja faktor utamanya adalah faktor manusia atau karyawan.

4.2     Saran 

1.   Memberikan pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan dan mencakup seluruh karyawan khususnya pada bagian produksi dengan frekuensi dan resiko kecelakaan paling besar
2.  Sebaiknya semua pekerja atau karyawan harus menggunakan safety yang standar seperti menggunakan helm, masker, dan werpak atau pakaian kerja untuk mengurangi kecelakaan kerja


DAFTAR PUSTAKA


Malau Helintina,  2007, “Mempelajari Pola Penerapan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dalam Kegiatan Produksi Di Pt. Toba Pulp Lestari tbk”, Skripsi Program Studi S1 Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Ramli Soehatman, 2010, Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja OHSAS 18001, Jakarta, Penerbit Dian Rakyat.
Wuon Alfred Billy, 2013, “Analisis Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Pt. Kerismas Witikco Makmur”, Skripsi Program Studi S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi Manado